Raih Doktor Ilmu Hukum, Begini Abstraksi Disertasi Sekda Rembang Soal Hasil Pengembalian Aset Korupsi

- Kamis, 25 Mei 2023 | 13:11 WIB
Sekda Rembang secara resmi dikukuhkan meraih Doktor Bidang Ilmu Hukum dari UMS, Kamis 25 Mei 2023. (suaramerdeka-muria.com/Ilyas al-Musthofa)
Sekda Rembang secara resmi dikukuhkan meraih Doktor Bidang Ilmu Hukum dari UMS, Kamis 25 Mei 2023. (suaramerdeka-muria.com/Ilyas al-Musthofa)

REMBANG, suaramerdeka-muria.com – Sekretaris Daerah (Sekda) Rembang Fahrudin secara resmi dikukuhkan sebagai Doktor Bidang Ilmu Hukum dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).

Kamis, 25 Mei 2023 pagi tadi, ia menjalani ujian terbuka dan dilanjutkan dengan pengukuhan Doktor Ilmu Bidang Hukum.

Fahrudin menulis disertasi tentang ‘Formulasi Hukum Asset Recovery Pengembalian Kerugian Negara dari Aset Hasil Korupsi yang Dikuasai oleh Ahli Waris di Kabupaten Rembang’.

Penelitian dilatarbelakangi keresahan peneliti karena selama ini penyelesaian kasus-kasus tindak pidana korupsi selalu diselesaikan melalui jalur pengadilan pidana atau menggunakan hukum pidana yang berakhir dengan vonis pidana penjara.

Baca Juga: Teliti Pengembalian Aset Korupsi, Sekda Rembang Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum dari UMS

Sangat sedikit penyelesaian kasus korupsi yang berorientasi pada pengembalian kerugian negara, terlebih-lebih melalui jalur di luar pengadilan pidana ataupun melalui jalur perdata dengan fokus upaya untuk pengembalian kerugian negara.

Sekda Rembang bersama Bupati dan Wakil Bupati Rembang seusai pengukuhan Doktor Bidang I,mu Hukum dari UMS.
Sekda Rembang bersama Bupati dan Wakil Bupati Rembang seusai pengukuhan Doktor Bidang I,mu Hukum dari UMS. (suaramerdeka-muria.com/Ilyas al-Musthofa)
Selain itu, peneliti juga menjumpai fakta bahwa pengembalian kerugian keuangan negara (asset recovery) dari ahli waris yang pelaku tindak pidana korupsinya meninggal dunia, dapat dikatakan masih belum banyak dilakukan.

Berdasarkan keresahan peneliti ini, maka dapat dinyatakan riset atau penelitian mengenai formulasi hukum asset recovery pengembalian kerugian negara dari aset hasil korupsi yang dikuasai oleh ahli waris di Kabupaten Rembang penting untuk dilakukan.

Penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara merupakan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU Perbendaharaan Negara).

Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian yang dimaksud.

Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi (TP-TGR) tidak terkodifikasi dalam suatu peraturan perundang-undangan. Berdasarkan latar belakang ini, dapat dinyatakan bahwa UU Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (UU No. 15 Tahun 2004) dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain (PP No. 38 Tahun 2016), telah mengatur kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa Kerugian Negara/Daerah menjadi tanggungjawabnya dan bersedia mengganti Kerugian Negara/Daerah dimaksud.

Namun pada kenyataannya masih banyak PNS yang melakukan tindak pidana korupsi. Adanya gap/kesenjangan antara yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan dengan fakta di lapangan, maka permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini mengenai (1) efektivitas pengembalian kerugian negara dari aset hasil kejahatan korupsi yang dikuasai oleh ahli waris di Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah; dan (2) formulasi hukum asset recovery pengembalian kerugian negara dari aset hasil korupsi yang dikuasai oleh ahli waris di Kabupaten Rembang.

Hasil penelitian yang menjadi tema penelitian ini, pertama, efektivitas pengembalian kerugian negara dari aset hasil kejahatan korupsi yang dikuasai oleh ahli waris di Kabupaten Rembang tidak efektif.

Hal ini ditunjukkan dari persentase pengembalian kerugian negara/daerah oleh ahli waris di Kabupaten Rembang rata-rata hanya 11,85%. Kedua, formulasi hukum asset recovery pengembalian kerugian negara dari aset hasil korupsi yang dikuasai oleh ahli waris di Kabupaten Rembang dimaksudkan untuk memperbaiki faktor penghambat, yaitu faktor hukum dan faktor penegak hukum. Formulasi ini berangkat dari kegagalan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor Perubahan) memproses pelaku tindak pidana korupsi dengan hukum acara KUHAP.

Begitu juga pengembalian keuangan negara melalui TP-TGR yang didasari oleh UU Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK), UU No. 15 Tahun 2004, dan PP No. 38 Tahun 2016 tidak efektif untuk pengembalian kerugian keungan negara/daerah karena tindak pidana korupsi dari ahli waris yang pelakunya meninggal dunia.

Bukti empiris dari Kabupaten Rembang hanya berhasil pengembalian keuangan negara dari ahli waris rata-rata hanya sekitar 11,85%. Hasil formulasi hukum ini berupa undang-undang baru yang merupakan gabungan dari peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi baik dari hukum pidana (KUHP, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan UU Tipikor), hukum administrasi (UU Perbendaharaan Negara, UU BPK, UU No. 15 Tahun 2004, dan PP No. 38 Tahun 2016), maupun dari peraturan pelaksananya serta pengaturan gugatan perdata kepada ahli waris pelaku korupsi yang meninggal dunia oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN).

Halaman:

Editor: Ilyas al-Musthofa

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X