KUDUS,suaramerdeka-muria.com – Sikap tengah (wasathiyah) yang jauh dari sikap pragmatisme menjadi cara pandang yang perlu terus diteguhkan Nahdliyin menandai satu abad Nahdatul Ulama (NU).
Memasasuki era abad kedua NU, cara pandang yang moderat melalui moderasi beragama menjadi jalan keluar untuk memecahkan segala macam persoalan masyarakat, menghadapi tantangan era digital dan globalisasi saat ini.
Sikap tengah ini, menurut tokoh NU yang juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Kudus H Ihsan, menjadi gambaran Islam Rahmatan Lil ‘Alamin yang sudah mengakar kuat selama satu abad NU berdiri.
Baca Juga: Gunakan Berbagai Moda Transportasi, Ratusan Nadhliyin Rembang Hadiri Harlah Satu Abad NU
Ihsan menjadi satu dari sekian tokoh NU di Kabupaten Kudus yang selalu hadir ketika muncul persoalan perbedaan pandangan berkaitan dengan agama di Kabupaten Kudus.
Sikap-sikap intoleransi tak hanya muncul kepada umat beragama lain, tetapi juga berpotensi muncul semasama umat beragama yang sama.
Ia mencontohkan, baru-bari ini ia bersama FKUB menjadi penengah kasus “rubutan” masjid oleh jamaah dua ormas di Kabupaten Kudus.
Bersama Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kudus, FKUB membuka ruang dialog dengan menghadirkan tokoh-tokoh ormas seperti PD Muhamamdiyah dan PCNU Kudus.
Ruang dialog itu, kata Ihsan, menjadi ajang komunikasi dan berkoordinasi dengan duduk bersama para pihak terkait. Dialog ini, menurut dia penting karena persoalan itu pada akhirnya warga yang dirugikan. Termasuk wakif yang menyerahkan tanah wakaf untuk masjid.
“Ketika warga ada gesekan pandangan yang berbeda, maka ayo diselesaikan. Mending agak kenceng dengan waktu cukup untuk menyelesaikan, daripada tergesa-gesa tetapi akhirnya menyisakan persoalan,” ujarnya.
Ihsan yang juga pengurus di jajaran A’wan PCNU Kabupaten Kudus dan juga Wakil Rektor III IAIN Kudus ini mengatakan, dengan cara pandang yang lebih moderat, NU memandang agama tidak bisa dilaksanakan dengan ekstrem, garis keras, atau hitam putih saja.
“Islam harus dilihat sebagai agama yang menyenangkan, tidak justru menjadi momok,” katanya.
Sebagai organisasi sosial keagamaan yang kental dengan orientasi Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin yang kemudian dikembangkan sebagai Islam Nusantara, kata dia, maka NU dan nahdliyin tidak boleh memahami Islam secara hitam putih saja.
“Memahami agama perlu secara fleksibel dalam menghadapi dinamika politik, ekonomi, pendidikan. Di bidang pendidikan misalnya, dulu NU kental dengan pesantren yang kuat nilai-nilai tradisional, hari ini harus menyiapkan pendidikan modern, tidak ketinggalan zaman,” ujarnya.
Artikel Terkait
Peringatan Satu Abad Perjuangan Samin Surosentiko : Gerakan Samin Relevan Dipraktikkan di Kehidupan Modern?
Menikmati Eksotisme Rumah Merah Lasem, Ada Jejak Peninggalan Sejarah Abad 18
Jelang Satu Abad NU, Ribuan Santri Khataman Serentak di Makam Pendiri NU
Gunakan Berbagai Moda Transportasi, Ratusan Nadhliyin Rembang Hadiri Harlah Satu Abad NU