KUDUS,suaramerdeka-muria.com - Alokasi dan kebutuhan pupuk bersubsdi perlu dikaji ulang. Data valid diperlukan agar kebutuhan penyubur tanaman tercukupi dengan jumlah dan harga yang wajar saat musim tanam. Pola penggunaan pupuk oleh petani menjadi salah satu dasar mengapa data kebutuhan pupuk harus terus dipantau.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Kudus, Hadi Sucahyono, Minggu (17/10) menyatakan penerapan sistem distribusi pupuk bersubsidi dengan menggunakan pola rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) dinilai sebagai hal yang tepat untuk menekan penyelewengan.
''Secara periodik data RDKK juga harus terus dievaluasi atau dilakukan validasi,'' katanya.
BACA JUGA : Siswa dan Guru Kolaborasi, SMPN 2 Rembang Sukses Produksi Teh Daun Kelor dan Pupuk Organik
Bila tidak dilakukan validasi dikhawatirkan justru akan berdampak sebaliknya. Salah satunya, stok yang ada tidak lagi mencukupi kebutuhan di lapangan.
''Mungkin setiap tahun perlu dilakukan validasi,'' paparnya.
Hal yang menjadi pertimbangan mengapa hal tersebut harus selalu dilakukan, diantaranya kebutuhan dari satu musim ke musim lainnya tidak selalu sama. Terkadang, faktor cuaca menjadi salah satu penyebab mengapa penyubur tanaman dibutuhkan lebih banyak dari jatah yang telah ditetapkan.
''Hal seperti itu terkadang terjadi,'' ungkapnya.
Selain itu, pengelola sistem RDKK juga harus mempertimbangkan pengelola sawah itu sendiri. Seperti diketahui, tidak semua lahan dikerjakan pemilik sawah sendiri. Beberapa diantaranya diserahkan kepada penggarap.
''Pihak penggarap pun setiap tahun berbeda, tergantung kontrak atau kesepakatan yang mereka terima,'' ujarnya.
Pola pengelolaan sawah antara satu penggarap dengan lainnya jelas berbeda, termasuk konsumsi pupuk bersubsdi yang digunakan. Bila setiap tahun selalu dijatah alokasi yang sama, dimungkinkan akan muncul persoalan baru di lapangan.
Persoalan lain yang dihadapi, yakni terkait luasan lahan yang dimiliki petani. Biasanya, RDKK selalu didasarkan atas luasan per hektare. Padahal, tidak semua petani memiliki lahan seluas itu.
''Beberapa diantaranya hanya memiliki luasan lahan seperempat atau setengah hektare saja,'' tandasnya.
Bila mempertimbangkan hal-hal tersebut, rasanya wajar bila data RDKK perlu untuk terus divalidasi. Semua itu dimaksudkan agar pasokan tetap sesuai dengan kebutuhan yang ada di lapangan.
Artikel Terkait
Panen Perdana Padi Organik di DAS Bengawan Solo, Petani Senang, Bupati Riang
Harga Panen Anjlok, PKS Borong Satu Ton Cabai Petani di Kesambi