KUDUS,suaramerdeka-muria.com - Gerakan Santri Menulis Yang digelar Suara Merdeka menyambangi Pondok Pesantren (Ponpes) Anfaul Ulum Kudus, Rabu (29/3). Kudus menjadi kota keempat dari rangkain Gerakan Santri Menulis di 20 ponpes di Jawa Tengah.
Ponpes Anfaul Ulum mempunyai kisah unik dalam sejarah pendiriannya. Pondok pesantren yang beralamat di Dukuh Gringging, Desa Samirejo, Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus tumbuh dari ruang tamu kediaman pengasuhnya, KH Ahmad Thoha.
Kiai Ahmad Thoha berkisah pondok yang sekarang diasuhnya bukanlah pondok peninggalan dari orang tuanya. Melainkan tempat yang berdiri setelah kepulangannya menimba ilmu dari Almagfurlah Syaikhona KH Maimoen Zubair, Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang.
Baca Juga: Gerakan Santri Menulis di Blora : Diikuti Istri Bupati Hingga Zuhur
“Setelah pulang dari sana, banyak orang tua yang menitipkan putra-putrinya di sini. Memang tidak bisa menolak keinginan orang tua yang baik itu. Maka saya tempatkan di ruang tamu rumah. Tapi kurang lebih dari enam bulan ruang tamu sudah,” terangnya saat ditemui di Ponpes pada Senin (13/3).
KH Thoha menuturkan saat itu santri yang datang memang hanya datang dari lingkungan sekitar. Para santri dikatakan rata-rata mereka yang bersekolah di madrasah Ibtidaul Falah yang bertempat tak jauh dari kediamannya.
Baru pada tahun 2013, bangunan pertama pondok mulai di bangun bertepatan dengan ajaran baru sekolah.
Namun peresmian pondok baru dilakukan satu tahun berselang dan diresmikan langsung oleh KH Maimoen Zubair pada tanggal 4 November 2014.
Seiring perjalanan waktu pondok pesantren tumbuh semakin besar. Pondok itu akhirnya menerima pembelian tanah untuk wakaf kurang lebih sekitar 500 meter pada tahun 2019.
Tanah tersebut yang nanti akan dijadikan bagi santri putra belajar.
“Saat ini jumlah santri ada 115 putra-putri. Paling jauh datang dari kota Pontianak hingga wilayah Sumatera,” katanya.
Pembelajaran
Dari proses pembelajaran pondok yang diasuh langsung oleh Kiai Thoha juga masih memegang teguh pembelajaran pondok pesantren salaf. Ia mengatakan metode pembelajaran yang dilakukan oleh ponpesnya menggunakan pendekatan Bandongan (collective learning process) maupun sorogan (individual learning process).
Termasuk salah satu sistem yang ditekankan olehnya berupa metode hafalan dan musyawarah. Salah satu kitab yang menjadi pembelajaran musyawarah berupa kitab fiqih Fathul Qorib dalam seminggu sekali.
Selain itu fokus pembelajaran juga menyentuh kitab tafsir. Kitab Tafsir Jalalain juga menjadi salah satu fokus kajian di ponpes tersebut.
"Di pondok ini aktivitas pembelajaran baru setelah pulang sekolah atau ba'da asar. Para santri tentu belajar al-quran, qiroah lagu. Di hari Kamis ada khitobah, termasuk juga rebana,” terangnya.
Artikel Terkait
Gerakan Santri Menulis di Sarang : Wabup Berikan Apresiasi hingga Santri Berondong Pertanyaan Narasumber
Gerakan Santri Menulis di Blora : Diikuti Istri Bupati Hingga Zuhur
Ngenes, Warga di Kudus Ini Tewas Tenggelam di Sawah yang Tergenang Banjir
Cerita Lucu Warga Loram Wetan, Niat Cari Ikan Justru Dapat Buaya
Sosialisasi Dapil Pemilu, KPU Jateng Dorong Perempuan Aktif Terjun di Politik
Diduga Imbas Lokalisasi Lorok Indah Pati, Warung Liar di Kudus Menjamur
Duh, Puluhan Warung Liar di Kudus Terindikasi Jadi Lokasi Mesum, Akhirnya Dibongkar Pemkab
Rumput Alun-alun Kudus Masih dalam Proses Pemulihan, Dipasangi Garis Pembatas