suaramerdeka-muria.com- Masih belum lekang dari ingatan tentang meninggalnya Wakil Bupati (Wabup) Kepulauan Sangihe Sulawesi Utara Helmud Hontong di pesawat Lion Air JT 740 dalam perjalanan pulang dari Bali menuju Makassar, Rabu 9 Juni 2021.
Helmud sebelumnya mengikuti acara rapat dengan wakil bupati seluruh Indonesia di Bali.
Baca Juga: Belum Sesuai Harapan, Indeks Inovasi Daerah Blora untuk Sementara Rangking 260
Meninggalnya wabup masih menyisakan kejanggalan meski berdasarkan hasil pemeriksaan medis disebabkan karena henti napas dan jantung. Sebelum meninggal, almarhum tidak sadar, setelah batuk dan mengeluarkan darah dari hidung dan mulut.
Kejanggalan ini muncul karena sebelum meninggal, Helmud sempat mengirim surat pembatalan izin tambang PT Tambang Mas Sangihe ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Surat itu disebut dikirim atas inisiatif pribadi Helmud.
Kini, sepeninggal Wabup Helmud, setelah hampir tiga bulan berlalu, penolakan pertambangan emas masih tetap bergelora di kalangan masyarakat Sangihe.
Baca Juga: Coba Kabur, Pemilik Penimbunan Rokok Ilegal Diamankan
film dokumenter berjudul Sangihe Not For Sale pun siap diluncurkan.
Dikutip dari akun instagram @Sangihedocumentaryfilm dan @sangihestories, menurut rencana film dokumenter itu akan tayang perdana (offline) pada 15 Agustus 2021, dan di Channel Youtube Sangihe Documentary Film pada tanggal 17 Agustus 2021.
Film ini merupakan film dokumenter jurnalistik pertama dari dua film dokumenter sebelumnya yaitu Pengasuh 65 dan Refleksi Terakhir yang di produksi oleh Sangihe Documentary Film dengan mengangkat isu global khususnya yang berkaitan dengan masalah eksploitasi sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan oleh para Mafia tambang.
Sangihestories dalam akun instagramnya menuliskan bahwa Tahun 2021 nama Sangihe begitu panas dikalangan masyarakat Indonesia bahkan di media internasional akibat permasalahan tambang emas dan kematian Wakil Bupati Sangihe, Alm. Bapak Helmud Hontong yang akrab di sapa (papa embo).
Permasalahan ini menimbulkan pro dan kontra di benak masyarakat Indonesia khususnya Sangihe terkait kehadiran PT. TMS yang mengancam ruang hidup masyarakat setengah dari luas kepulauan Sangihe, serta dugaan penyalahgunaan wewenang dari Kementerian ESDM dalam hal izin tambang.