Muria.suaramerdeka.com/tag/Kudus">Kudus, suaramerdeka-Muria.com – “Naming, nek dapuranem rumangsa hurung warek, tukkem seprana-seprene ngemah-ngemah donyane Muria, aja paidho aku nek menungsa kabeh mengko bakale da glemboran cala-pitha”.
Kalimat itu merupakan penggalan dari Monolog Kudusan yang dibawakan Prayitno, seorang budayawan Muria.suaramerdeka.com/tag/Kudus">Kudus dalam momen Muria Blues Festival pada akhir November lalu.
Ada keunikan dalam Monolog yang dibawakan olehnya saat itu, yakni penggunaan bahasanya. Monolog yang berjudul “Mukiyo Wutho Muria” itu rupanya memiliki ciri khas, bahasa Jawa yang digunakannya berdialek Muria.suaramerdeka.com/tag/Kudus">Kudus. Monolog Kudusan begitu disebutnya.
Bagi Prayit, penggunaan bahasa di mana di dalamnnya termasuk dialek bukan sekadar alat komunikasi. Jauh lebih penting justru menunjukkan identitas. Bahkan pada tahap lebih lanjut merupakan bagian ideologis masyarakat penuturnya.
“Dalam konteks itulah, sebab bahasa Kudusan menjadi asing oleh komuni atau lingkungan yang seharusnya merupakan pondasi penuturan atau penggunaannya. Maka upaya mengarusutamakan Basa Kudusan pantas dilihat sebagai kebutuhan. sebuah panggilan ideologis bagi masyarakat Muria.suaramerdeka.com/tag/Kudus">Kudus,” ujarnya.
Baca Juga: Dua Pria di Pati Ngaku Wartawan, Peras SPBU Tlogowungu Belasan Juta, Begini Modusnya
Apalagi dalam era digital serta kepungan hedonisme, Basa Kudusan dirasakannya semakin cepat menuju kepunahan. Penggunaan dialek Kudusan, dalam arus hedonisme, dimaknai sebagai suatu keterbelakangan.
“Seharusnya dalam era digital ini, produk media sosial bisa menjadi media yang tepat sebagai upaya membumikan kembali Basa Kudusan,” tegasnya.
Dia pun berupaya menggunakan Basa Kudusan dalam pelbagai kesempatan. Sehingga nantinya bisa menyentuh kesadaran warga Muria.suaramerdeka.com/tag/Kudus">Kudus untuk menempatkan Basa Kudusan dalam area yang semestinya.
“Hingga hari ini, agenda saya menyusun kamus atau Bausastra Basa Kudusan, belum rampung. Masih terus berproses. Kamus Basa Kudusan sangat penting, karena saya pandang menjadi suatu acuan atau pedoman dalam berbahasa dialek Kudusan,” paparnya.
Dalam perjalanannya, penggunaan Basa Kudusan tak hanya digunakannya dalam Monolog “Mukiyo Wutho Muria” itu saja. Dia juga sering menulis Puisi Basa Kudusan serta “Kopi Muria” yang kemudian bermetamorfosa menjadi “Jaga Satru” di harian Suara Merdeka.
“Itu hanya semacam ruang untuk memancing alam bawah sadar publik mengenai pentingnya menghidup-hidupkan Basa Kudusan. seperti halnya diksi kudusan yang saya sisipkan pada beberapa puisi saya. sedang pada Monolog "Mukiyo Wutha Muria" yang keseluruhan tuturannya menggunakan Basa Kudusan. Itu menjadi semacam uji coba penggunaan tuturan Basa Kudusan dalam ruang kesadaran bersama,” tandasnya.
Mutrikah, kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Muria.suaramerdeka.com/tag/Kudus">Kudus menilai Monolog Basa Kudusan itu merupakan produk budaya yang memiliki daya tarik tersendiri. Terutama terkait bagaimana mengenal Muria.suaramerdeka.com/tag/Kudus">Kudus lebih jauh lagi.
“Tentu itu juga bisa dijadikan wisata edukasi dalam mengenalkan Basa Kudusan kepada anak-anak sejak diri. Sehingga generasi muda bisa melestarikandan mengembangkan budayanya,” imbuhnya.
Artikel Terkait
Launching Pemasaran Batik Lasem Gaya Baru, Gunakan Ruang Virtual Tiga Dimensi
Progres Revitalisasi Pasar di Rembang : Lasem Paling Parah, Sudah Lewat Kontrak tapi Pekerjaan Belum Selesai
Gelar Karya P5 SMAN 1 Jepara Mendorong Siswa Berkarakter Hebat
Jepara Risiko Tinggi Banjir, Warga Diminta Tidak Buang Sampah di Sungai
Hasil Brasil vs Kroasia di Perempat Final Piala Dunia 2022 : BRASIL TUMBANG
Ivana Knoll Penonton Terseksi Piala Dunia 2022 Senang Bukan Kepalang di Hasil Brasil vs Kroasia
Malaysia Makin PD di Piala AFF 2022 Usai Menang Telak vs Calon Lawan Timnas Indonesia
Hasil Argentina vs Belanda di 8 Besar Piala Dunia 2022 : Messi Cetak Gol dari Tendangan Penalti, Tango Lolos