Ada Wacana Perusda Perdagangan, KTNA Sebut Petani Justru Mintanya Simpel

- Jumat, 30 Juli 2021 | 08:45 WIB
Petani memanen padi di salah satu lahan pertanian di Kabupaten Kudus. (suaramerdeka.com/Saiful Annas)
Petani memanen padi di salah satu lahan pertanian di Kabupaten Kudus. (suaramerdeka.com/Saiful Annas)

Kudus,suaramerdeka-muria.com – Wacana pendirian Perusahaan daerah (Perusda) Perdagangan oleh Pansus II DPRD Kudus ditanggapi serius oleh kelompok petani. Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Kudus Hadi Sucahyono menyambut baik atas wacana pendirian Perusda Perdagangan itu.

Hanya saja, perlu dibuat sistem yang baik agar Perusda bisa bekerja secara profesional dan jauh dari kepentingan, terutama urusan politik. Jika Perusda Perdagangan yang dimaksud semacam Bulog yang dimiliki Pemerintah Daerah, makaharus dibuat sistem yang profesional.

Ia mencontohkan, perusahaan sejenis di daerah lain justru sulit berkembang karena adanya tarik ulur kepentingan. Jika pun nanti perusda serupa didirikan di Kudus, Hadi berharap Perusda Perdagangan tak sebatas formalistas saja.

BACA JUGA : Lindungi Petani, DPRD Kudus Wacanakan Pendirian Perusda Perdagangan

Hadi menambahkan, masih butuh proses panjang untuk menimbang asas manfaatnya. Keberadaan Perusda Perdagangan itu, kata Hadi, nantinya seperti posisi Bulog yang mengamankan buffer stok yang diserap dari hasil panen petani.

Namun dalam perkembangannya, penyerapan hasil panen oleh Bulog juga banyak mengalami kendala. Ia mencontohkan, ketika program raskin beras disuplai oleh Bulog, penyerapan gabah petani bisa lancar.

Namun ketika ada program bantuan pangan nontunai dimana regulasinya tidak semua berasa dari Pihak lain, kondisi Bulog pun megap-megap,” katanya.

Secara umum, kata Hadi, harapan petani itu sederhana. “Harapan petani itu simpel. Sarana pertanian mudah, pupuk lancar, hasil panen bisa dibeli dengan harga wajar. Selama itu terpenuhi, petani sudah terlindungi,” katanya.

Namun kenyataannya, realisasi harapan sederhana petani itu kerap menghadapi birokrasi yang berbelit. Ia mencontohkan persoalan pupuk bersubsidi dengan kartu tani.

Ada tiga sistem yang berlaku yakni RDKK Pertanian, SINPI Kementerian Perdagangan yang mengatur regulasi penyaluran pupuk hingga tingkat kios, dan sistem pencetakan kartu tani yang ketiganya tidak sinkron.

“Pada akhirnya petani yang susah cari pupuk. Ada kartu tani tidak ada kuotanya. Hal-hal semacam ini yang kerap menghantui petani. Sistem yang dibuat untuk melindungi petani, justru menyulitkan petani,” katanya.

Editor: Abdul Muiz

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Peci Batik Jadi Trend Saat Ramadan di Pati

Sabtu, 1 April 2023 | 04:24 WIB

Getuk Nyimut, Menu Takjil Khas Lereng Muria

Jumat, 24 Maret 2023 | 10:50 WIB

Tips Pengiriman TV yang Aman ke Konsumen

Selasa, 7 Maret 2023 | 16:41 WIB
X